Pengertian dari Ekonomi Makro bisa disimpulkan bahwa Ekonomi makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari
mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan.
Dengan demikian hubungan kausal yang dipelajari dalam ekonomi makro, pada intinya adalah hubungan antarvariabel ekonomi agregatif (secara keseluruhan), seperti tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, pengeluaran konsumsi rumah tangga, saving (tabungan), investasi nasional, tingkat bunga, jumlah uang yang beredar, neraca pembayaran, stok kapital nasional, utang pemerintah, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. berikut penjelasannya.
Dengan demikian hubungan kausal yang dipelajari dalam ekonomi makro, pada intinya adalah hubungan antarvariabel ekonomi agregatif (secara keseluruhan), seperti tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, pengeluaran konsumsi rumah tangga, saving (tabungan), investasi nasional, tingkat bunga, jumlah uang yang beredar, neraca pembayaran, stok kapital nasional, utang pemerintah, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. berikut penjelasannya.
Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi. Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat
dibedakan kepada empat aspek berikut:
a.menstabilkan kegiatan ekonomi / price level stability.
b.mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi / high employment
level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan kesempatan
kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan kesempatan kerja,
pendekatan demand dan supply of labor dalam perluasan kesempatan kerja,
pemberdayaan masyarakat desa dalam upaya perluasan kesempatan kerja,
human capital sebagai upaya efektif perluasan kerja, keuangan negara dan
kesempatan kerja, kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan
industrial, sistem ekonomi dan kesempatan kerja.
c. menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh / long-term economic growth. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah :
(1) berlangsung terus menerus,
(2) disertai dengan terciptanya lapangan kerja,
(3) tidak merusak lingkungan,
(4) lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk,
(5) disertai dengan distribusi pendapatan yang adil,
(6) kontribusi sektoral yang merata,
(7) tidak meninggalkan sektor pertanian,
(8)kenaikannya riil,
(9) penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing.
d.
Kestabilan nilai tukar / exchange rate stability. Nilai tukar merupakan
nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya berdampak pada
berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya :
(1) impor dan ekspor,
(2) APBN dan APBD,
(3) kesehatan dan pendidikan,
(4) transportasi,
(5) industri dalam negeri,
(6) politik,
(7) daya beli masyarakat,
(8) dunia perbankan,
(9) sektor pertanian, kelautan, peternakan, sektor properti , dan sebagainya.
2. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro.
a. Kebijakan Fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang
membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran
pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan
agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan
ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi,
dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau
mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif
pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan
maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan
dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara
umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih
besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai
memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran
berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar
dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya
kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya adalah;
a. Pengurangan pajak penghasilan → akan menambah daya beli masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.
b.
Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran
pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah
investasi.
c.
Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full
employment, langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak dinaikkan
dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi.
d. Langkah ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan Inflasi.
Secara garis besar berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dpt digolongkan sebagai berikut :
1. Pajak langsung : yaitu pajak/jenis pungutan pemerintah yg.secara langsung dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh.
2.
Pajak tak langsung : yaitu pajak yg.beban pemungutannya dapat
dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, & PPn BM
Pajak impor dsb.
Demikian
pula perubahan-perubahan sebaliknya. Pemerintah seringkali menghadapi
masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber pembiayaan defisit
anggaran :
1. Pajak.
2. Mencetak Uang Baru.
3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri.
4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.
b. Kebijakan Moneter
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk MENAMBAH atau MENGURANGI
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang
beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a.
Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut
juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Operasi pasar terbuka
adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli
surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah.
Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah
akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga
pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga
Pasar Uang.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank
sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang
sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta
sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar
berkurang.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib
adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana
cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk
menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan
wajib.
4.
Himbauan Moral (Moral Persuasion).Himbauan moral adalah kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan
kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3. Tolak Ukur Stabilitas Moneter
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target
dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai
acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian
beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan
moneter adalah :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Dari
kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan
dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor 2
sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh
masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara
ringkas dari keempat indikator tersebut
2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi
dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan kesulitan bagi
Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang
tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan
menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan
kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah,
bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar
negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena
dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar
negeri.
3. Suku bunga pada tingkat yang wajar
Selain
yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat
tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan masyarakat untuk
menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku bunga
tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi
pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke
perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan
dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana
masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera
mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah
likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya
diperoleh.
4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
Nilai
tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua
pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat.
Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat yang baik
dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan
permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan
produk ekspornya.
5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter
Meskipun
lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai mendapat
perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia.
Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap
tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar. Ekspektasi
masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong
semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi
dan daya saing produk dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu,
ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak
pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga
dapat memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.
4. Strategi Kebijakan Moneter
Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas,
pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan strategi yang
tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum, strategi
moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :
1. Startegi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy).
Kebijakan
moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan kembali perekonomian
yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan menambah jumlah uang
beredar, agar permintaan konsumsi naik.
2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary Policy Countercyclical Monetary Policy
Untuk
memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian, pemerintah perlu
secara aktif malakukan intervensi di pasar uang, yakni dengan melakukan
ekspansi moneter disaat perekonomian menghadapi masa resesi dan
melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju yang
terlalu cepat. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar berikut
3. Accomodatice Monetery Policy
Pendapat
kedua mengatakan, bahwa sebaiknya pemerintah menghindari intervensi
untuk memperlunak konjungtur perekonomian yang terjadi, dan
membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan pada
pemikiran:
a.
Ekspektasi masyarakat dapat mengalahkan dampak dari variabel-variabel
moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah mengantisipasi
setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh masyarakat.
b.
Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara langsung dan
segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang ekspansif yang
diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan
dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru
ketika perekonomian telah mencapai tahap boom.
5. Efektifitas kebijakan Moneter
Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah, sejauh mana
kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi
dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti :
a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. dapat meningkatkan kesempatan kerja
d. dapat meningkatkan penerimaan devisa negara
e. serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya
Teori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini diantaranya adalah :
a.
Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya akan
efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan
efektif untuk jangka panjang
b.
Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter tidak akan
efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kedua teori
tersebut, perhatikan contoh kasus berikut ini. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, untuk meningkatkan aktivitas ekonomi melalui peningkatan
konsumsi masyarakat, pemerintah akan menempuh kebijakan ekspansif
(kebijakan moneter longgar).
3. Kebijakan Segi Penawaran
Merupakan
kebijakan pendapatan (incomes policy), yaitu langkah pemerintah yang
bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan kerja. Tujuan ini
dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan pendapatan yang
berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikan upah yang
melebihi kenaikan produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan
menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan kepada:
a. meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja
b. meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.
6. Masalah dan Kesulitan Penerapan Kebijakan Moneter diNegara Berkembang
Pemerintah
(dalam hal ini Bank Sentral) harus menggunakan kebijakan moneter untuk
mempengaruhi pengeluaran swasta dan masyarakat ke arah yang dinginkan
dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Pada waktu
resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah harus berusaha
meningkatkan seluruh pengeluaran masyarakat antara lain dengan cara
meningkatkan penawaran uang dalam masyarakat. Turunnya suku tingkat
bunga menimbulkan gairah investasi yang pada akhirnya meningkatkan
permintaan agregat, dan akhirnya menurunkan tingkat harga dan menaikkan
output nasional. Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai
tujuan ini adalah mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan
tingkat bunga dan membeli surat-surat berharga dari masyarakat.
Pada masa inflasi dan ekonomi yang memanas, kebijakan moneter dilakukan haruslah berjalan ke arah yang sebaliknya.
Dengan
demikian, salah satu tugas dari kebijakan moneter adalah menyediakan
pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga usaha-usaha pembangunan
dapat berjalan lancar. Pada masa terjadi kelebihan permintaan dan
inflasi, penawaran uang dalam masyarakat harus dikurangi.
Dinegara-negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga kebijakan
untuk mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu dengan
berusaha menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan
menurunkan tingkat pengeluarannya. Cara yang dapat ditempuh dengan
menarik uang tersebut ke dalam sistem perbankan, misalnya dengan cara
memberikan bunga yang tinggi kepada nasabah deposito berjangka.
7. Kebijakan Moneter dalam Pembangunan
Masalah dan cakupan dalam pembahasan makroekonomi dapat digolongkan
atas empat kelompok besar, yaitu pertumbuhan ekonomi (growth), inflasi
(inflation), pengangguran (unemployment) dan necara pembayaran (balance
of payment). Untuk menangani persoalan-persoalan makroekonomi tersebut,
misal ingin meningkatkan atau mengejar pertumbuhan ekonomi pada suatu
tingkat tertentu, secara teoritis dapat didekati dengan dua cara, yaitu :
1.
Demand management. Pendekatan ini dilakukan pada upaya pengendalian
makroekonomi yang bertumpu pada pengelolaan permintaan agregat atau
aggregate demand (AD), artinya demand management adalah kebijakan
pengendalian makroekonomi yang utama. Ada dua kebijakan pokok dengan
pendekatan ini yaitu kebijakan fiskal (fiscal policy) dan kebijakan
moneter (monetary policy).
Kebijakan
fiskal biasanya eksekusinya lambat, karena untuk
meng-implementasikannya harus melalui prosedur yang cukup
panjang,misalnya perlu pembahasan (public hearing) dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Namun demikian, dari segi efektivitas kebijakan
ini lebih ampuh. Di sisi lain, kebijakan moneter, merupakan kebijakan
yang dapat dieksekusi secara cepat atau dapat dilakukan seketika, karena
kebijakan ini dimiliki oleh otoritas moneter dalam hal ini Bank
Indonesia. Namun, seringkali pengaruh kebijakan tersebut lambat dan
tidak selalu seperti yang diharapkan dan biasanya sifatnya untuk
mengatasi masalah dalam jangka pendek atau sesaat saja.
2.
Supply Management. Upaya pengendalian makroekonmi dengan pendekatan ini
sampai saat ini masih sulit dilakukan, karena menyangkut teknologi yang
sifatnya jangka panjang. Teori Keynes yang merupakan demand side dari
makroekonomi masih mendominasi kebijakan yang dipegang pada sebagian
besar negara. Apa yang terjadi dengan harga dan output (GNP) hanya
mengikuti apa yang terjadi dengan permintaan agregat. Sehingga
kebijakan-kebijakan makro harus diarahkan bagaimana mempengaruhi
permintaan agregat agar pada tingkat yang sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut dasar logika ini, penawaran agregat (aggregat supply) dianggap
seolah-olah sebagai sesuatu yang (paling tidak dalam jangka pendek)
tidak dapat dipengaruhi secara langsung, tetapi hanya secara tidak
langsung lewat permintaan agregat.
Dari
uraian di atas menunjukkan bahwa pemikiran makro ekonomi Keynes dengan
demand managemant masih mendominasi dalam memecahkan persoalan-persoalan
makroekonomi.
ALAT PENGAMAT PRESTASI KEGIATAN EKONOMI
Beberapa jenis data makroekonomi dapat digunakan untuk menilai prestasi
kegiatan perekonomian pada suatu tahun tertentu dan perubahannya dari
satu periode ke periode lainnya. Alat pengamat kegiatan suatu
perekonomian yang terutama adalah:
1. Pendapatan Nasional
2. Penggunaan Tenaga Kerja Dan Pengangguran
3. Tingkat Perubahan Harga-Harga
4. Neraca Perdagangan Dan Neraca Pembayaran
PENDAPATAN NASIONAL
I. Pengertian Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional dapat dipandang dari dua segi, yaitu dari segi earning dan segi product.
1. Dari Segi Earning.
Gross
National Income (GNI) adalah jumlah dari seluruh pendapatan, seperti
upah, sewa, bunga modal dan laba perusahaan yang telah diterima oleh
seluruh masyarakat selama menghasilkan produk nasional tersebut
(biasanya selama satu tahun).
2. Dari Segi Product
Gross
National Product (GNP) adalah jumlah nilai dari barang-barang dan jasa
yang dihasilkan oleh suatu masyarakat suatu negara dalam satu tahun
dihitung menurut harga dasar.
Perbedaan GNP dan GDP:
a.
GNP (Gross National Product) meliputi barang-barang dan jasa yang
dihasilkan seluruh warga masyarakat suatu negara, baik yang berada dalam
negeri maupun yang berda diluar negeri.
b.
GDP (Gross Domestic Bruto) meliputi barang-barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam wilayah negara tersebut, baik oleh
perusahaan nasional maupun perusahaan asing.
Untuk
Indonesia pada saat ini pada umumnya PDB(GDP) > PNB, Karena
nilai barang dan khususnya jasa orang Indonesia yang bekerja di luar
negeri pada umumnya dihargai lebih murah dibandingkan dengan orang
asing.
II. Pentingnya Menghitung Pendapatan Nasional
Beberapa peranan penting pendapatan nasional antara lain:
1.
Pendapatan nasional merupakan alat pengukur bagi tinggi rendahnya
tingkat hidup atau kemakmuran suatu bangsa yang secara kuantitatif,
artinya tingkat hidup suatu bangsa atau masyarakat ditentukan oleh
pendapatan perkapita.
2.
Pendapatan nasional berguna untuk mengetahui struktur perekonomian
suatu negara yang bersangkutan, misalnya agraris atau industri.
Disamping besarnya peranan masing-masing sektor tersebut dalam
pembentukan pendapatan nasional.
3.
Pendapatan nasional berguna untuk mengetahui dan memperbandingkan
kegiatan ekonomi masyarakat itu sendiri dari tahun ke tahun.
III. Cara Menghitung Pendapatan Nasional
Beberapa kesulitan yang sering dihadapi pada waktu akan melakukan perhitungan dan penjumlahan pendapatan nasional adalah:
1. Kurang lengkapnya statistik dari berbagai sektor kegiatan ekonomi.
2. Suatu kesalahan yang mudah terjadi pada saat melakukan perhitungan adalah timbulnya perhitungan dobel (double accounting).
Agar tidak terjadi perhitungan dobel, maka didalam menghitung besarnya GNP, perhitungan nilai barang didasarkan pada:
1. Final Product atau hasil akhir, yaitu jumlah barang yang diproduksi dalam bentuk barang jadi dalam waktu satu periode.
2. Value added, yaitu nilai yang ditambahkan.
Dalam menghitung pendapatan nasional dapat digunakan tiga metode pendekatan yaitu:
1. Metode Produksi (Production Approach)
Pendapatan
nasional diperoleh dengan cara menghitung semua nilai produksi barang
dan jasa yang dihasilkan oleh semua sektor kegiatan ekonomi. Atau dapat
juga dengan cara menjumlahkan secara total seluruh nilai tambah (Value
added) dari semua sektor kegiatan ekonomi.
2. Metode Pendapatan (Income Approach)
Pendapatan
nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan seluruh warga
masyarakat yang berasal dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi, yaitu sewa, upah, bunga dan profit.
Metode
pendapatan digunakan untuk menghitung balas jasa yang diterima oleh
masyarakat selama satu tahun. Hasil penghitungannya disebut Pendapatan
Nasional (Yearly Income, dilambangkan dengan Y). Pendapatan Nasional
adalah total nilai balas jasa yang diterima oleh masyarakat suatu negara
dalam satu tahun. Pendapatan masyarakat terdiri dari:
a. Tenaga kerja memperoleh balas jasa berupa upah/gaji (w = wage)
b. Modal memperoleh balas jasa berupa bunga (i = interest)
c. Tanah dan SDA memperoleh balas jasa berupa sewa (r = rent)
d. Pengusaha memperoleh balas jasa berupa laba (p = profit)
e. Penghasilan campuran (mixed income) yang merupakan gabungan dari upah/gaji, bunga, sewa, dan laba.
yang persamaan secara matematis adalah sebagai berikut
Hasil
perhitungan dengan menggunakan metode atau pendekatan pendapatan sering
disebut dinamakan pendapatan nasional atau PN (national income),
Rumus PN :
Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto - Pajak Tidak Langsung + Subsidi
3. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendapatan
nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pengeluaran yang dilakukan
oleh seluruh lapisan masyarakat, yaitu konsumsi rumah tangga,
investation domestic bruto, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih.
Metode
pengeluaran atau pembelanjaan digunakan untuk menghitung pengeluaran
atau pembelanjaan masyarakat selama satu tahun. Hasil penghitungannya
disebut Pembelanjaan Nasional (National Spending). Pembelanjaan Nasional
adalah total pembelanjaan masyarakat suatu negara selama satu tahun.
Pengertian masyarakat disini menunjuk pada para pelaku ekonomi. Para
pelaku ekonomi terdiri dari:
a. Pengeluaran para konsumen disebut konsumsi (C = Consumption)
b. Pengeluaran para produsen disebut investasi (I = Investment)
c. Pengeluaran pemerintah disebut pembelanjaan pemerintah (G = Governtmen Expenditure)
4.
Pengeluaran masyarakat luar negeri disebut ekspor netto (Xn = Net
Export), selisih antara ekspor (X = Export dan impor (M = Import).
Jadi pembelanjaan nasional terdiri dari
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini dinamakan dengan
produk nasional bruto atau PNB (gross national product).
Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X - M ) atau
Produk Domestik Bruto = pengeluaran rumah tangga + pengeluaran pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor - impor )
IV. KOMPONEN-KOMPONEN PENDAPATAN NASIONAL
Komponen-komponen
Pendapatan Nasional merangkai hubungan antara ketiga metode atau
pendekatan Pendapatan Nasional. Komponen-komponen Pendapatan Nasional
yaitu:
1. PDB (GDP).
PDB
(Produk Domestik Bruto) atau GDP (Gross Domestic Product) merupakan
nilai total barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat selama satu
tahun. Atau hasil output produksi dalam suatu perekonomian dengan tidak
memperhitungkan pemilik faktor produksi dan hanya menghitung total
produksi dalam suatu perekonomian saja.
Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X - M )
atau produk domestik bruto = pengeluaran rumah tangga + pengeluaran pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor - impor )
2. PNB (GNP).
Produk
Nasional Bruto adalah hasil produksi dalam suatu wilayah yang telah
dikurangi hasil faktor produksi yang pemiliknya bukan berasal dari dalam
perekonomian serta ditambah nilai faktor produksi dari dalam
perekonomian yang berada di luar daerah perekonomian.
PNB (Produk Nasional Bruto) atau GNP (Gross National Product) diperoleh dengan cara:
Produk
Nasional Bruto = PDB + hasil faktor produksi milik domestik yang ada di
luar negeri - hasil output faktor produksi milik luar negeri yang ada
di dalam negeri
3. PNN (NNP).
Pengertian
Produk Nasional Netto adalah produk nasioanl yang memperhitungkan
pengeluaran investasi neto dengan mengurangi investasi bruto dengan
depresiasi. PNN (Produk Nasional Netto) atau NNP (Net National Product)
dihitung dengan cara:
PNB -Depresiasi atau penyusutan.
Atau: Produk Nasional Netto = Produk Nasional Bruto - Depresiasi
4. PN (NI).
Pendapatan
Nasional merupakan pendapatan yang memperhitungkan balas jasa atas
faktor produksi dengan mengurangi produk nasional neto dengan pajak
tidak langsung dan ditambah dengan subsidi .
PN (Pendapatan Nasional) atau NI (National Income) dihitung dengan cara:
PNB - Pajak Tidak Langsung (Ti = Indirect Tax).
Atau Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto - Pajak Tidak Langsung + Subsidi
5. PI. Yrtk = PN - (Cadangan + Pajak Usaha). Hasilnya disebut Pendapatan Perseorangan (PI = Personal Income atau Yrtk).
6. Pendapatan Disposable (Yd).
Pengertian
Pendapatan Personal Disposable adalah penghasilan individu dalam suatu
perekonomian yang bersih dan sudah bisa dibelanjakan secara keseluruhan
setelah pendapatan nasional dikurangi dengan pajak penghasilan
perseorangan.
Yrtk
dikurangi dengan pajak Pribadi dan ditambah dengan Pembayaran Transfer
(Tr = Transfer Payment) dari pemerintah, hasilnya disebut Pendapatan
Disposabel. Pendapatan disposabel akan digunakan untuk konsumsi (C =
Consumption) dan ditabung (S = Saving). Yd = C + S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar