Untuk mengetahui seluruh daftar postingan materi Ekonomi lihat pada menu Related Post di bawah ini.
Untuk memberi masukan atau kritik silahkan berkomentar.
Untuk memberi masukan atau kritik silahkan berkomentar.
Inflasi merupakan keadaan yang sangat berat dirasakan oleh masyarakat
dalam suatu negara, karena keadaan inflasi menunjukkan harga-harga
barang secara umum mengalami kenaikan, sehingga masyarakat yang memiliki
pendapatan tetap dan pendapatan yang rendah akan merasakan dampak
negatif/buruk. Hal ini sangat tidak diinginkan oleh suatu negara,
apalagi kondisi perekonomian di Indonesia belum stabil, dibarengi dengan
kondisi kelangkaan barang dan jasa serta keinginan manusia yang selalu
meningkat.
1. Pengertian Inflasi dan Laju Inflasi
Berdasarkan kurva pada Gambar 5.7, dapat diketahui bahwa permintaan suatu barang mengalami kenaikan dari OQ ke OQ1, sehingga harga barang juga naik dari OP ke OP1 dan kurva permintaan bergeser dari DD ke D1D1.
b. Kenaikan biaya produksi (cost push inflation), di mana inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi, sehingga harga barang yang ditawarkan mengalami kenaikan. Keadaan ini dapat ditampilkan dalam kurva pada
Gambar 5.8.
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui, bahwa semua harga barang setinggi OP dan jumlah barang di pasaran sebesar OQ. Kemudian karena adanya kenaikan biaya produksi, maka harga barang naik menjadi OP1 dan jumlah barang yang diminta turun menjadi OQ1, sehingga kurva penawaran bergeser dari SS ke S1S1.
c. Meningkatnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, artinya terdapat penambahan jumlah uang yang beredar, sehingga para produsen menaikkan harga barang.
d. Berkurangnya jumlah barang di pasaran, artinya jumlah barang yang ada di pasar atau jumlah penawaran barang mengalami penurunan, sehingga jumlahnya menjadi sedikit sedangkan permintaan akan barang tersebut banyak yang berakibat harga barang naik.
e. Inflasi dari luar negeri (imported inflation), artinya inflasi karena mengimpor barang dari luar negeri, sedangkan di luar negeri terjadi inflasi (kenaikan harga barang di luar negeri, sehingga barang-barang impor mengalami kenaikan harga.
f. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation), artinya meningkatnya pengeluaran pemerintah/terjadi deficit anggaran.
3. Jenis-Jenis Inflasi
Penggolongan inflasi dapat ditinjau dari beberapa segi, di antaranya sebagai berikut.
a. Dilihat dari laju kecepatannya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi lunak (wild inflation), inflasi yang kecepatannya kurang dari 5% per tahun,
2) inflasi cepat (galloping inflation), inflasi yang kecepatannya 5% atau lebih per tahun
3) inflasi meroket (sky rocketing inflation) atau hiperinflasi, yaitu inflasi yang kecepatannya lebih dari 10% per tahun.
b. Dilihat dari parah tidaknya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi ringan, yaitu inflasi di bawah 10% per tahun (belum mengganggu kegiatan perekonomian suatu negara dan masih dapat dengan mudah untuk dikendalikan),
2) inflasi sedang, yaitu inflasi antara 10%–30% per tahun (belum membahayakan, tetapi sudah menurunkan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan tetap),
3) inflasi berat, yaitu inflasi antara 30%–100% per tahun (sudah mengacaukan perekonomian karena orang cenderung enggan menabung dan lebih senang menyimpan barang),
4) inflasi sangat berat atau hiperinflasi, yaitu inflasi di atas 100% per tahun (mengacaukan kegiatan perekonomian suatu negara dan sulit untuk dikendalikan/diatasi).
c. Dilihat dari sumbernya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi dari dalam negeri (domestic inflation), artinya inflasi karena penciptaan uang baru dan adanya kebijakan anggaran defisit,
2) inflasi dari luar negeri (imported inflation), artinya inflasi terjadi karena suatu negara mengimpor barang/jasa dari negara lain yang sedang mengalami inflasi.
4. Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. Namun, masing-masing teori tersebut bukan teori inflasi lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga barang.
Ketiga teori ini adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis.
a. Teori Kuantitas
Teori Kuantitas mengemukakan bahwa terjadinya inflasi sebenarnya hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu kenaikan jumlah uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut.
1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume
uang yang beredar (baik penambahan uang kartal atau penambahan uang giral). Menurut teori kuantitas yang dikemukakan oleh Irfing Fisher, MV = PT. Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T, sehingga jika M (money in circulation) bertambah, maka akan terjadi inflasi (kenaikan harga).
2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang.Apabila masyarakat sudah beranggapan demikian, maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi dan mereka lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk barang.
Kelemahan dari teori kuantitas di antaranya sebagai berikut.
1) Pada kenyataannya perubahan jumlah uang yang beredar (M) tidak secara langsung menaikkan “money spending” atau penggunaan uangnya.
2) Kecepatan laju peredaran uang (V) tidak bersifat stabil dalam masyarakat modern. Oleh karena dalam masyarakat modern uang merupakan alat pembayaran dan penimbun kekayaan, sehingga jika ada kelebihan uang akan digunakan untuk menambah kas, menambah tabungan bank, menambah pembelian surat berharga, dan menambah pembelian barang/jasa.
b. Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan pada teori makronya. Menurut Teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti ini ditandai dengan permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah barang- barang yang tersedia, sehingga menimbulkan inflationary gap. Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berkelanjutan.
Keynes tidak sependapat dengan pandangan dari teori kuantitas yang menyatakan bahwa kenaikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, sementara perubahan jumlah uang yang beredar tidak akan menimbulkan peningkatan pendapatan nasional. Selanjutnya, Keynes berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar saja, tetapi juga ditentukan oleh kenaikan dalam ongkos produksi.
c. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan (infleksibilitas) struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini, ada dua ketegaran (kekakuan) utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran persediaan bahan makanan dan barang-barang ekspor.
Oleh karena pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga dapat berakibat menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diobati hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sector bahan makanan dan ekspornya.
5. Cara-Cara Mengatasi Inflasi
Pemerintah dalam mengendalikan inflasi (kenaikan harga), menempuh beberapa cara baik melalui kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun kebijakan nonmoneter dan fiskal, yang semuanya bertujuan untuk dapat menstabilkan keadaan perekonomian di Indonesia secara umum.
a. Kebijakan Moneter
Untuk mengurangi laju inflasi pada suatu negara, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan moneter, yaitu berupa kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan peredaran uang agar dapat menjamin kestabilan nilai uang.
Tujuan pemerintah melakukan kebijakan moneter antara lain sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan dan mengatur peredaran uang.
2) Menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah, baik untuk dalam negeri maupun lalu lintas pembayaran luar negeri.
3) Memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran uang giral.
4) Mencegah terjadinya inflasi.
Kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat dalam rangka mengatasi inflasi antara lain sebagai berikut.
1) Politik diskonto (discount policy)
Bank sentral dapat menjalankan pengaruhnya atas jumlah uang yang beredar dengan jalan menaikkan atau menurunkan suku bunga (diskonto). Dengan menaikkan suku bunga, maka dapat mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya jika suku bunga turun dapat menambah jumlah uang yang beredar. Jadi, politik diskonto adalah kebijakan bank yang berhubungan dengan perubahan tingkat suku bunga.
2) Politik pasar terbuka (open market policy)
Dengan politik pasar terbuka bank sentral secara aktif akan membeli atau menjual surat berharga dengan tingkat suku bunga tertentu. Jika bank sentral membeli surat berharga, maka akan memberi pengaruh untuk menambah jumlah peredaran uang. Sebaliknya jika bank sentral menjualnya, maka uang banyak yang ditarik dari peredaran. Jadi, politik pasar terbuka adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembelian dan penjualan surat berharga.
3) Politik pembatasan kredit (plafon credit policy)
Dengan politik ini kredit yang akan diberikan kepada masyarakat dilakukan pemilihan atau seleksi dan menentukan mana yang sangat memerlukan. Kredit yang diberikan lebih dahulu ditentukan pembatasan banyaknya kredit (kuantitas) dan sifat kredit (kualitas), sehingga dapat memengaruhi peredaran jumlah uang di masyarakat. Jadi, politik pembatasan kredit adalah membatasi pemberian pinjaman atau kredit kepada masyarakat.
4) Politik uang ketat (tight money policy)
artinya kebijakan untuk mengurangi banyaknya jumlah uang yang beredar.
5) Politik cadangan kas (cash ratio policy)
Bank sentral dapat menentukan jumlah cadangan kas minimum yang harus ada di bank-bank umum, dengan tujuan agar kredit yang diberikan kepada masyarakat dapat dikendalikan, sehingga dapat memengaruhi jumlah uang beredar. Jadi, politik cadangan kas adalah kebijakan yang berhubungan dengan perbandingan antara kas dengan kredit yang diberikan kepada masyarakat.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal yang ditempuh untuk mengatasi inflasi di antaranya sebagai berikut.
1) Mengurangi pengeluaran negara.
2) Penghematan pengeluaran pemerintah (disesuaikan dengan rencana).
3) Pengurangan utang luar negeri.
4) Menaikkan atau mengefektifkan pajak.
c. Kebijakan Nonmoneter dan Nonfiskal
Kebijakan nonmoneter dan nonfiskal artinya kebijakan untuk mengatasi inflasi dengan tidak memengaruhi jumlah uang yang beredar maupun pendapatan dan pengeluaran negara.
Bentuk kebijakan tersebut di antaranya sebagai berikut.
1) Peningkatan produksi dan peningkatan jumlah barang di pasaran.
2) Kebijakan upah dengan menaikkan upah riil yang sudah memperhitungkan inflasi.
3) Pengendalian dan pengawasan harga, misalnya pemerintah menetapkan kebijakan harga maksimum.
6. Dampak Inflasi
Secara garis besar dampak inflasi terhadap perekonomian antara lain sebagai berikut.
a. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi negara, karena berkurangnya investasi dan berkurangnya minat menabung.
b. Masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkau harga barang, karena harga barang mengalami kenaikan.
c. Jika terdapat kebijakan untuk mengurangi inflasi, maka akan terjadi pengangguran, karena pemerintah berusaha untuk menekan harga.
d. Masyarakat akan cenderung untuk menyimpan barang daripada menyimpan uang.
e. Nilai mata uang turun, karena adanya kenaikan harga barang.
Inflasi juga memengaruhi masyarakat, baik yang berpenghasilan tetap atau tidak tetap. Adapun dampak inflasi terhadap penghasilan masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Dalam masa inflasi, nilai harta tetap mengalami kenaikan harga melebihi kenaikan inflasi. Pendapatan riil penduduk berpenghasilan tidak tetap mengalami penurunan atau merosot. Dengan demikian inflasi akan memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat.
b. Inflasi merugikan masyarakat yang berpendapatan tetap, karena upah/gaji yang diperoleh tidak dapat mengikuti/ menyesuaikan kenaikan harga, sehingga semakin berat dirasakan oleh masyarakat.
c. Inflasi menyebabkan orang-orang enggan untuk menabung dan mendorong untuk mencari pinjaman dalam rangka menyesuaikan pendapatan. Hal ini akan menghambat perkembangan dunia usaha.
7. Deflasi
Deflasi merupakan suatu keadaan di mana tingkat harga secara umum mengalami penurunan. Deflasi dapat terjadi oleh karena keadaan harga barang mengalami kenaikan dan penurunan, di mana dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa sebagian besar barang mengalami penurunan harga sedangkan sebagian yang lain mengalami kenaikan.
Deflasi akan sangat menguntungkan bagi konsumen, karena harga barang yang akan dibeli menjadi murah, sehingga dapat terjangkau oleh konsumen yang berpendapatan tetap dan kecil.
Untuk itu, pemerintah berusaha untuk meminimalisir kenaikan laju inflasi
agar selalu dalam posisi yang rendah, sehingga masyarakat merasakan
adanya kemakmuran dan dapat hidup dengan biaya yang ringan.
1. Pengertian Inflasi dan Laju Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan di mana tingkat harga secara umum (price
level) cenderung naik. Dikatakan tingkat harga umum karena barang dan
jasa yang ada di pasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat banyak,
di mana sebagian besar dari harga-harga tersebut selalu meningkat
sehingga berakibat terjadinya inflasi. Sedangkan inflasi murni adalah
inflasi yang terjadi sebelum ada campur tangan dari pemerintah, baik
berupa kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter.
Adapun yang dimaksud laju inflasi adalah kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode atau dari tahun ke tahun.
2. Sebab-Sebab Timbulnya Inflasi
Inflasi yang terjadi dalam suatu negara akan sangat merugikan masyarakat atau konsumen, karena keadaan harga barang dan jasa selalu mengalami kenaikan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, akan tetapi secara garis besar timbulnya inflasi disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini.
a. Kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan berproduksi (demand pull inflation), di mana terjadi inflasi disebabkan oleh naiknya permintaan total terhadap barang dan jasa
Inflasi yang terjadi dalam suatu negara akan sangat merugikan masyarakat atau konsumen, karena keadaan harga barang dan jasa selalu mengalami kenaikan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, akan tetapi secara garis besar timbulnya inflasi disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini.
a. Kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan berproduksi (demand pull inflation), di mana terjadi inflasi disebabkan oleh naiknya permintaan total terhadap barang dan jasa
Berdasarkan kurva pada Gambar 5.7, dapat diketahui bahwa permintaan suatu barang mengalami kenaikan dari OQ ke OQ1, sehingga harga barang juga naik dari OP ke OP1 dan kurva permintaan bergeser dari DD ke D1D1.
b. Kenaikan biaya produksi (cost push inflation), di mana inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi, sehingga harga barang yang ditawarkan mengalami kenaikan. Keadaan ini dapat ditampilkan dalam kurva pada
Gambar 5.8.
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui, bahwa semua harga barang setinggi OP dan jumlah barang di pasaran sebesar OQ. Kemudian karena adanya kenaikan biaya produksi, maka harga barang naik menjadi OP1 dan jumlah barang yang diminta turun menjadi OQ1, sehingga kurva penawaran bergeser dari SS ke S1S1.
c. Meningkatnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, artinya terdapat penambahan jumlah uang yang beredar, sehingga para produsen menaikkan harga barang.
d. Berkurangnya jumlah barang di pasaran, artinya jumlah barang yang ada di pasar atau jumlah penawaran barang mengalami penurunan, sehingga jumlahnya menjadi sedikit sedangkan permintaan akan barang tersebut banyak yang berakibat harga barang naik.
e. Inflasi dari luar negeri (imported inflation), artinya inflasi karena mengimpor barang dari luar negeri, sedangkan di luar negeri terjadi inflasi (kenaikan harga barang di luar negeri, sehingga barang-barang impor mengalami kenaikan harga.
f. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation), artinya meningkatnya pengeluaran pemerintah/terjadi deficit anggaran.
3. Jenis-Jenis Inflasi
Penggolongan inflasi dapat ditinjau dari beberapa segi, di antaranya sebagai berikut.
a. Dilihat dari laju kecepatannya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi lunak (wild inflation), inflasi yang kecepatannya kurang dari 5% per tahun,
2) inflasi cepat (galloping inflation), inflasi yang kecepatannya 5% atau lebih per tahun
3) inflasi meroket (sky rocketing inflation) atau hiperinflasi, yaitu inflasi yang kecepatannya lebih dari 10% per tahun.
b. Dilihat dari parah tidaknya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi ringan, yaitu inflasi di bawah 10% per tahun (belum mengganggu kegiatan perekonomian suatu negara dan masih dapat dengan mudah untuk dikendalikan),
2) inflasi sedang, yaitu inflasi antara 10%–30% per tahun (belum membahayakan, tetapi sudah menurunkan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan tetap),
3) inflasi berat, yaitu inflasi antara 30%–100% per tahun (sudah mengacaukan perekonomian karena orang cenderung enggan menabung dan lebih senang menyimpan barang),
4) inflasi sangat berat atau hiperinflasi, yaitu inflasi di atas 100% per tahun (mengacaukan kegiatan perekonomian suatu negara dan sulit untuk dikendalikan/diatasi).
c. Dilihat dari sumbernya, inflasi dibagi menjadi:
1) inflasi dari dalam negeri (domestic inflation), artinya inflasi karena penciptaan uang baru dan adanya kebijakan anggaran defisit,
2) inflasi dari luar negeri (imported inflation), artinya inflasi terjadi karena suatu negara mengimpor barang/jasa dari negara lain yang sedang mengalami inflasi.
4. Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. Namun, masing-masing teori tersebut bukan teori inflasi lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga barang.
Ketiga teori ini adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis.
a. Teori Kuantitas
Teori Kuantitas mengemukakan bahwa terjadinya inflasi sebenarnya hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu kenaikan jumlah uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut.
1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume
uang yang beredar (baik penambahan uang kartal atau penambahan uang giral). Menurut teori kuantitas yang dikemukakan oleh Irfing Fisher, MV = PT. Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T, sehingga jika M (money in circulation) bertambah, maka akan terjadi inflasi (kenaikan harga).
2) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang.Apabila masyarakat sudah beranggapan demikian, maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi dan mereka lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk barang.
Kelemahan dari teori kuantitas di antaranya sebagai berikut.
1) Pada kenyataannya perubahan jumlah uang yang beredar (M) tidak secara langsung menaikkan “money spending” atau penggunaan uangnya.
2) Kecepatan laju peredaran uang (V) tidak bersifat stabil dalam masyarakat modern. Oleh karena dalam masyarakat modern uang merupakan alat pembayaran dan penimbun kekayaan, sehingga jika ada kelebihan uang akan digunakan untuk menambah kas, menambah tabungan bank, menambah pembelian surat berharga, dan menambah pembelian barang/jasa.
b. Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan pada teori makronya. Menurut Teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti ini ditandai dengan permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah barang- barang yang tersedia, sehingga menimbulkan inflationary gap. Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berkelanjutan.
Keynes tidak sependapat dengan pandangan dari teori kuantitas yang menyatakan bahwa kenaikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, sementara perubahan jumlah uang yang beredar tidak akan menimbulkan peningkatan pendapatan nasional. Selanjutnya, Keynes berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar saja, tetapi juga ditentukan oleh kenaikan dalam ongkos produksi.
c. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan (infleksibilitas) struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini, ada dua ketegaran (kekakuan) utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran persediaan bahan makanan dan barang-barang ekspor.
Oleh karena pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga dapat berakibat menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diobati hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sector bahan makanan dan ekspornya.
5. Cara-Cara Mengatasi Inflasi
Pemerintah dalam mengendalikan inflasi (kenaikan harga), menempuh beberapa cara baik melalui kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun kebijakan nonmoneter dan fiskal, yang semuanya bertujuan untuk dapat menstabilkan keadaan perekonomian di Indonesia secara umum.
a. Kebijakan Moneter
Untuk mengurangi laju inflasi pada suatu negara, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan moneter, yaitu berupa kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan peredaran uang agar dapat menjamin kestabilan nilai uang.
Tujuan pemerintah melakukan kebijakan moneter antara lain sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan dan mengatur peredaran uang.
2) Menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah, baik untuk dalam negeri maupun lalu lintas pembayaran luar negeri.
3) Memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran uang giral.
4) Mencegah terjadinya inflasi.
Kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat dalam rangka mengatasi inflasi antara lain sebagai berikut.
1) Politik diskonto (discount policy)
Bank sentral dapat menjalankan pengaruhnya atas jumlah uang yang beredar dengan jalan menaikkan atau menurunkan suku bunga (diskonto). Dengan menaikkan suku bunga, maka dapat mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya jika suku bunga turun dapat menambah jumlah uang yang beredar. Jadi, politik diskonto adalah kebijakan bank yang berhubungan dengan perubahan tingkat suku bunga.
2) Politik pasar terbuka (open market policy)
Dengan politik pasar terbuka bank sentral secara aktif akan membeli atau menjual surat berharga dengan tingkat suku bunga tertentu. Jika bank sentral membeli surat berharga, maka akan memberi pengaruh untuk menambah jumlah peredaran uang. Sebaliknya jika bank sentral menjualnya, maka uang banyak yang ditarik dari peredaran. Jadi, politik pasar terbuka adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembelian dan penjualan surat berharga.
3) Politik pembatasan kredit (plafon credit policy)
Dengan politik ini kredit yang akan diberikan kepada masyarakat dilakukan pemilihan atau seleksi dan menentukan mana yang sangat memerlukan. Kredit yang diberikan lebih dahulu ditentukan pembatasan banyaknya kredit (kuantitas) dan sifat kredit (kualitas), sehingga dapat memengaruhi peredaran jumlah uang di masyarakat. Jadi, politik pembatasan kredit adalah membatasi pemberian pinjaman atau kredit kepada masyarakat.
4) Politik uang ketat (tight money policy)
artinya kebijakan untuk mengurangi banyaknya jumlah uang yang beredar.
5) Politik cadangan kas (cash ratio policy)
Bank sentral dapat menentukan jumlah cadangan kas minimum yang harus ada di bank-bank umum, dengan tujuan agar kredit yang diberikan kepada masyarakat dapat dikendalikan, sehingga dapat memengaruhi jumlah uang beredar. Jadi, politik cadangan kas adalah kebijakan yang berhubungan dengan perbandingan antara kas dengan kredit yang diberikan kepada masyarakat.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal yang ditempuh untuk mengatasi inflasi di antaranya sebagai berikut.
1) Mengurangi pengeluaran negara.
2) Penghematan pengeluaran pemerintah (disesuaikan dengan rencana).
3) Pengurangan utang luar negeri.
4) Menaikkan atau mengefektifkan pajak.
c. Kebijakan Nonmoneter dan Nonfiskal
Kebijakan nonmoneter dan nonfiskal artinya kebijakan untuk mengatasi inflasi dengan tidak memengaruhi jumlah uang yang beredar maupun pendapatan dan pengeluaran negara.
Bentuk kebijakan tersebut di antaranya sebagai berikut.
1) Peningkatan produksi dan peningkatan jumlah barang di pasaran.
2) Kebijakan upah dengan menaikkan upah riil yang sudah memperhitungkan inflasi.
3) Pengendalian dan pengawasan harga, misalnya pemerintah menetapkan kebijakan harga maksimum.
6. Dampak Inflasi
Secara garis besar dampak inflasi terhadap perekonomian antara lain sebagai berikut.
a. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi negara, karena berkurangnya investasi dan berkurangnya minat menabung.
b. Masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkau harga barang, karena harga barang mengalami kenaikan.
c. Jika terdapat kebijakan untuk mengurangi inflasi, maka akan terjadi pengangguran, karena pemerintah berusaha untuk menekan harga.
d. Masyarakat akan cenderung untuk menyimpan barang daripada menyimpan uang.
e. Nilai mata uang turun, karena adanya kenaikan harga barang.
Inflasi juga memengaruhi masyarakat, baik yang berpenghasilan tetap atau tidak tetap. Adapun dampak inflasi terhadap penghasilan masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Dalam masa inflasi, nilai harta tetap mengalami kenaikan harga melebihi kenaikan inflasi. Pendapatan riil penduduk berpenghasilan tidak tetap mengalami penurunan atau merosot. Dengan demikian inflasi akan memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat.
b. Inflasi merugikan masyarakat yang berpendapatan tetap, karena upah/gaji yang diperoleh tidak dapat mengikuti/ menyesuaikan kenaikan harga, sehingga semakin berat dirasakan oleh masyarakat.
c. Inflasi menyebabkan orang-orang enggan untuk menabung dan mendorong untuk mencari pinjaman dalam rangka menyesuaikan pendapatan. Hal ini akan menghambat perkembangan dunia usaha.
7. Deflasi
Deflasi merupakan suatu keadaan di mana tingkat harga secara umum mengalami penurunan. Deflasi dapat terjadi oleh karena keadaan harga barang mengalami kenaikan dan penurunan, di mana dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa sebagian besar barang mengalami penurunan harga sedangkan sebagian yang lain mengalami kenaikan.
Deflasi akan sangat menguntungkan bagi konsumen, karena harga barang yang akan dibeli menjadi murah, sehingga dapat terjangkau oleh konsumen yang berpendapatan tetap dan kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar